rumahjurnal.online Dunia game Indonesia kembali kedatangan karya orisinal yang menggugah.
Game berjudul “1998: The Toll Keeper Story” akhirnya resmi dirilis di platform Steam dan Google Play, menghadirkan pengalaman bermain yang bukan hanya seru, tetapi juga sarat pesan kemanusiaan.
Game ini dikembangkan oleh studio independen lokal dengan visi memperkenalkan sejarah modern Indonesia ke dunia melalui media interaktif.
Disutradarai oleh Riris Marpaung, game ini membawa pemain ke masa paling kelam dalam sejarah ekonomi dan sosial Tanah Air — krisis finansial tahun 1998.
Berbeda dengan game bertema aksi atau fantasi, The Toll Keeper Story menonjol karena narasinya yang sederhana namun menyentuh.
Pemain tidak berperan sebagai pahlawan super, melainkan sebagai Dewi, seorang penjaga gerbang tol yang sedang hamil muda dan berjuang bertahan hidup di tengah kekacauan sosial.
Sinopsis: Kehidupan di Tengah Kekacauan
Dalam 1998: The Toll Keeper Story, pemain akan menyaksikan potret nyata kehidupan rakyat kecil saat krisis moneter mengguncang Indonesia.
Inflasi melonjak, demonstrasi pecah di mana-mana, dan kekacauan sosial membuat setiap hari terasa seperti perjuangan hidup dan mati.
Dewi, tokoh utama, bekerja sebagai penjaga tol di pinggiran kota.
Tugasnya tampak sederhana — menjaga arus kendaraan dan memastikan sistem tetap berjalan.
Namun, di balik rutinitas itu, tersimpan pergulatan batin antara rasa takut, tanggung jawab, dan harapan untuk masa depan anak yang dikandungnya.
Setiap keputusan yang diambil pemain akan memengaruhi jalan cerita.
Apakah Dewi akan memilih bertahan demi keluarga kecilnya, atau menyerah di tengah tekanan ekonomi dan ketidakpastian hidup?
Game ini menempatkan pemain dalam dilema moral yang realistis, mencerminkan situasi banyak warga Indonesia pada masa itu.
Gameplay dengan Nuansa Realistis
Dari segi gameplay, The Toll Keeper Story mengusung gaya visual naratif 2.5D dengan sentuhan grafis bergaya lukisan tangan.
Setiap frame dibuat detail, menghadirkan suasana kelabu dan berat khas masa krisis ekonomi.
Permainan difokuskan pada interaksi dan keputusan pemain.
Dewi akan berhadapan dengan berbagai karakter — dari sopir truk, pedagang kecil, hingga aparat militer — yang masing-masing membawa cerita dan moral tersendiri.
Sistem dialog bercabang (branching dialogue) membuat setiap pemain bisa mendapatkan akhir yang berbeda.
Keputusan kecil seperti membantu pengendara yang kesulitan membayar tol, atau memilih beristirahat di tengah jam kerja, akan berdampak pada perkembangan cerita.
Tidak ada pertempuran fisik atau aksi cepat di sini.
Sebaliknya, game ini mengajak pemain merenung tentang empati, ketahanan, dan makna kemanusiaan di masa sulit.
Inspirasi dari Kisah Nyata
Sutradara Riris Marpaung mengungkapkan bahwa ide game ini muncul dari kisah nyata para pekerja yang tetap bertugas saat krisis melanda.
“Banyak orang lupa bahwa di balik peristiwa besar, ada manusia-manusia biasa yang tetap bekerja agar roda kehidupan tidak berhenti,” ujar Riris dalam sesi wawancara peluncuran.
Ia menambahkan, The Toll Keeper Story adalah surat cinta bagi generasi yang tumbuh di masa sulit.
Game ini bukan sekadar hiburan, tetapi juga pengingat tentang betapa kuatnya masyarakat Indonesia dalam menghadapi penderitaan.
Beberapa bagian dialog dan adegan bahkan terinspirasi dari arsip berita dan catatan sejarah masa itu.
Tim pengembang melakukan riset mendalam untuk memastikan representasi sosial dan ekonomi terasa autentik, tanpa berlebihan.
Dukungan Komunitas dan Antusiasme Pemain
Sejak trailer-nya pertama kali dirilis, The Toll Keeper Story langsung menarik perhatian komunitas game di Indonesia dan luar negeri.
Banyak pemain memuji keberanian tim pengembang mengangkat topik sensitif dengan pendekatan yang lembut dan reflektif.
Tagar #TollKeeperStory sempat menjadi trending di media sosial gaming, dengan banyak pengguna menyebut game ini sebagai “sejarah yang bisa dimainkan.”
Beberapa kreator konten lokal bahkan menayangkan gameplay-nya di platform streaming, memicu diskusi emosional tentang kenangan masa lalu.
Game ini juga mendapat sorotan dari media internasional karena temanya yang langka — memadukan sejarah, drama sosial, dan gameplay naratif dalam satu kemasan.
Beberapa pengamat menyebutnya sebagai “kisah yang membuat pemain berhenti dan berpikir.”
Nilai Produksi dan Musik yang Menggugah
Salah satu daya tarik utama The Toll Keeper Story adalah musik dan atmosfernya.
Soundtrack digarap oleh komposer muda Indonesia, menampilkan instrumen tradisional seperti gamelan dan rebab yang dipadukan dengan musik ambient modern.
Hasilnya adalah perpaduan suara yang membawa nostalgia sekaligus ketegangan.
Desain suara dibuat realistis — dari deru kendaraan, suara hujan, hingga gemuruh kerusuhan di kejauhan.
Semua elemen audio bekerja bersama menciptakan imersi kuat, membuat pemain seolah benar-benar berada di tengah situasi chaos Jakarta akhir 1990-an.
Lebih dari Sekadar Game
Meski tergolong game indie, The Toll Keeper Story berhasil membuktikan bahwa game lokal mampu menyampaikan pesan sosial yang dalam.
Ia bukan sekadar hiburan, tetapi juga medium refleksi sejarah dan kemanusiaan.
Rilisnya game ini di platform besar seperti Steam dan Google Play juga menjadi sinyal positif bagi industri kreatif Indonesia.
Bahwa kisah lokal bisa mendunia, asalkan disajikan dengan kualitas dan kejujuran.
Banyak pemain berharap kisah Dewi akan membuka jalan bagi lebih banyak game lokal bertema budaya dan sejarah Indonesia.
“Game ini membuat saya menangis, tapi juga bangga,” tulis salah satu ulasan pemain di Steam.
Kesimpulan
1998: The Toll Keeper Story bukan hanya game, tapi potret kehidupan rakyat kecil di masa sulit.
Melalui tokoh Dewi, pemain diajak merasakan perjuangan manusia menghadapi ketidakpastian hidup dengan keberanian dan harapan.
Dengan visual indah, musik emosional, dan narasi menyentuh, game ini menjadi bukti bahwa kekuatan cerita bisa melampaui batas hiburan.
Sebuah karya anak bangsa yang mengingatkan kita — bahwa dari krisis, selalu lahir harapan baru.

Cek Juga Artikel Dari Platform monitorberita.com
