Tuhan Berbisik [Cerpen]


Hujan baru saja reda. Genting-genting masih basah. Ujung-ujung dedaunan sesekali masih meneteskan air sisa hujan. Air menggenang di beberapa bagian halaman pesantren. Angin dingin mendesau mengibarkan jilbab para santriwati yang sedang berjalan menuju tempat mengaji.. Sebagian menuju aula huffadh, sebagian lagi menuju kelas kelas madrasah diniyah.

Wajah para santri itu tampak sumringah

Di aula huffadh, puluhan santri putri duduk berderet sambil mulutnya terus komat kamit mengulang ulang hafalan Al Qur’an yang akan di setorkan kepada Ning Firdaus. Wajah wajah mereka polos berseri seri. Sebagian santri telah selesai kemudian beringsut keluar dari aula. Sebagian sedang duduk di depan meja panjang Ning Firdaus sambil menyetorkan hafalan, dan sebagian lagi masih antre menunggu gilirannya.

Salah satu kenikmatan seorang manusia yang harus disyukuri adalah kala Allah telah menitipkan kemampuan, memberikan kepercayaan kepada seorang hamba untuk menghafal, mengamal, serta menjaga kalam nya. Jangankan menjaga, dalam proses menghafalnya saja tak sedikit geranjalan kerikil yang harus tetap dilalui. Jalannya berliku, tidak semulus jalan tol. Prosesnya lama, tidak secepat kilat menyambar.

Rintangan demi rintangan yang dilalui oleh para penghafal Al Qur’an tentu tidak akan pernah sia sia. Karena Allah telah menjanjikan surga untuk para kekasihnya. Seperti yang tertulis pada hadits riwayat Muslim bahwa Abi Umamah ra berkata “Bacalah Qur’an, sesungguhnya ia akan menjadi pemberi syafaat pada hari kiamat bagi para pembacanya (penghafal).

Seusai menyetorkan hafalannya, para santri memiliki kegiatan masing masing. Ada yang mengulang ulang hafalan di kamar, ada yang asyik mengobrol dengan teman, ada yang membaca buku, ada pula yang kangsung tidur.

“Mbak Laila, naik yuk”

“Yuk. Aku mampir kamar mandi dulu ya, di, mau wudhu. Kamu naik dulu aja”

“Siap mbak”

“Eh eh, aku titip Al Qur’an ya”

Jemuran menjadi salah satu tempat favorit para pencari ilmu: baik penghafal Al Qur’an, penghafal nadzam maupun santri yang sekedar ingin muthola’ah pelajaran. Anginnya sejuk, menyegarkan otak yang lelah dan meregangkan otot otot yang kaku.

Semakin larut, anginnya semakin sejuk. Laila dan Diah tak kunjung puas melafadzkan kalamullah, mengulang ulang hafalan lamanya kemudian membuat hafalan baru. Seakan tak pernah bosan, sepasang sahabat ini amat menikmati detik demi detik perjuangannya. Ayat demi ayat dibaca, dihafal hingga benar benar melekat kuat dalam ingatan dan kemudian merasuk ke dalam hati untuk kemudian diamalkan dalam kehidupan sehari hari.

“Di, masih kurang banyak? Udah jam 11 nih, besok aku mau bimbingan ke kampus.”

“Sebentar lagi sih mbak. Tapi kalau mbak Laila mau turun duluan nggak papa mbak, turun aja. Nanti aku nyusul.”

“Oke di, aku duluan ya”.

“iya mbak, awas loh hati hati di tangga wkwkwk”

“Gak takut wleeee”, jawab Laila sambil menjitak kepala Diah. Kemudian berlalu pergi.

Setiap pondok pesantren sepertinya selalu memiliki kisah mistisnya masing masing. Termasuk di pondok pesantren Al Islah ini. Konon katanya Mbah Yai Soleh, pendiri pondok pesantren ini dikenal sebagai kyai yang muridnya juga terdiri dari para jin. Para jin itu bukan hanya ikut mengaji di pondok, tapi juga ikut serta tinggal di pondok pesantren bersama dengan para santri. Sebelum Mbah Yai Soleh wafat 3 tahun yang lalu, Mbah yai berpesan kepada Gus Ma’ruf; putera pertamanya agar tidak membongkar bangunan berupa 2 kamar yang berada tepat di samping tengga menuju lantai 2. Mbah Yai Soleh sengaja membangun kamar tersebut khusus untuk para jin yang ikut menjadi santrinya. Bagi mbah yai, Jin dan manusia itu sama, sama sama harus beribadah. Seperti yang dijelaskan dalam Al Qur’an bahwa Allah tidak akan menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah. Dan salah satu ibadahnya adalah dengan mencari ilmu.

************

“Selamat ya, Laila. Kamu sudah berhasil menyelesaikan skripsimu. Selanjutnya langsung saja daftar untuk ujian skrisp ya.”

Laila hampir tidak percaya mendengar ucapan Bu Zulaikha, dosen pembimbing sktripsinya. Ia tak henti hentinya mengucap syukur, karena skrpsi yang telah ia perjuangkan beberapa bulan ini akhirnya selesai ia kerjakan dan dengan tepat waktu.

Kuliah dan menghafalkan Al Qur’an sekaligus bukanlah perkara mudah. Laila harus bisa pandai membagi waktu, hingga bahkan dalam satu hari ia rela tidur larut malam dan bangun sebelum subuh demi memperjuangkan akhirat dan dunianya. Seperti yang diucapkan bapaknya sebelum ia merantau ke Kudus; tempatnya mencari ilmu saat ini, “Nduk, hidup di dunia ini adalah perjalanan. Dalam perjalanan jangan sampai kamu kekurangan bekal untuk menuju tujuan. Tujuanmu itu akhirat, nduk. Bekal yang kamu siapkan harus cukup dan sesuai dengan apa yang akan kamu butuhkan, jangan sampai kamu tersesat jalan. Kuliah yang serius, jadikan ilmu duniawiahmu sebagai bekal menuju akhiratmu.”

“Laila tidak akan pernah menyia nyiakan waktu barang satu detikpun, pak, bu. Laila akan sungguh sungguh dalam mencari ilmu sampai pada akhirnya nanti tuhan akan berbisik “Kamu sudah sampai tujuan”,Ucap Laila dalam hati.

Menjelang dzuhur, Laila pulang ke pesantren dengan perasaan luar biasa bahagia. Ia menyampaikan kabar gembira itu kepada Diah, sahabat karibnya. Diah ikut bahagia, mereka bersama sama mengucap hamdalah, bersyukur atas nikmat Allah yang tidak terkira.

Selesai sholat dzuhur berjamaah, Laila dan Diah melakukan halaqahAl Qur’an. Halaqah yakni saling menyimakkan hafalam masing masing. Laila menyimakkan hafalan Diah, dan begitupun Diah menyimakkan hafalan Laila secara bergantian.

“Bismillahirrahmanirrahim. ‘Amma Yatasaa aluun….”

Selesai saling menyimak, Diah tiba tiba meneteskan air mata.

“Diii, kenapa”

Tidak menjawab, justru Diah semakin terisak membuat Laila semakin khawatir. Hingga akhirnya dengan terbata bata ia menjawab “ Se.. selamat, Mbaak La.. i... la... Aku senang dan terharu mbak ee mbak Laila sudah mau khatam”, Diah kini tidak lagi sanggup membendung air mata yang menerobos begitu saja dari matanya. Begitupun Laila yang ikut terharu dan tanpa sadar meneteskan air mata.

“Ini bekalku menuju akhirat, Ya Allah. Semoga engkau memberikan kelancaran ujian skripiku. Dan semoga engkau meridhai aku menjadi kekasihmu dengan menyelesaikan hafalan Al Qur’anku. Aku berjanji akan menjaganya, hingga nanti engkau kembali berbisik “Sudah watunya pulang”, lirih Laila sambil memeluk sahabat karibnya, Diah.

Post a Comment

Previous Post Next Post