Kemarin adalah pengalaman.
Besok adalah harapan.
-----------
“Tak…Tak…Tak…” Terdengar bunyi keras langkah kaki dari arah halaman. Bunyi itu seakan menggema di setiap sudut pesantren. Nampaknya salah seorang santri sedang tergesa-gesa menuju aula utama.
“Kenapa telat?” tanya Ust. Ridwan.
“Keiduran, Tad,” jawab Hamid lirih.
“Berdiri sampai selesai,” perintah Ust. Ridwan kepada Hamid.
Hamid hanya terdiam, tidak ada satu kata yang terucap dari lisannya. Ketakutan kian menyelimuti diri Hamid dan membawanya ke ambang kegelisahan. Keringat mulai bercucuran membasahi baju, menandakan kecemasan luar biasa melekat dalam dirinya. Namun, ia mencoba untuk meminimalisir diri agar tetap tenang. Ustad Ridwan merupakan salah satu Assatidz dengan kepibadiannya yang tegas, berwibawa, dan bijaksana. Wajar saja bila ustad Ridwan sangat disegani santri-santrinya.
“Hamid, coba jelaskan apa yang dimaksud dengan mubtada dan khobar?” tanya ustad Ridwan.
Hamid hanya menunduk dan terdiam kaku dengan posisi berdiri di bawah atap keheningan.
“Hamid, ayo jelaskan!”
“Tidak tahu, Tad,” jawab hamid ragu.
“Sudah tidak tahu tapi berangkanya telat,” ucap ustad Ridwan sedikit kesal.
Suasana aula pesantren menjadi hening seketika, semua santri terdiam seribu kata melihat ustad Ridwan marah. Hamid tidak kuasa menjawab perkataan ustad Ridwan. Ia tidak berani menentang seorang guru, karena sudah sepantasnya seorang murid harus hormat dan patuh kepada guru dalam keadaan apapun. Tidak ada yang bisa dilakukan oleh Hamid, kecuali pasrah. Hamid sadar bahwa semuanya adalah kesalahan dari dirinya, dan tidak ada sangkut paut dengan siapapun. Coba kalau tadi tidak ketiduran, tentu dirinya tidak akan telat, dan tidak akan kena marah.
Setelah selesai, Hamid kembali ke kamarnya dengan menggendong penyesalan. Ia merasa terpukul atas kejadian yang dialami. Meski sudah berlalu, akan tetapi tetap saja hatinya merasa resah dan tidak tenang.
“Besok harus lebih baik dari hari ini” ketusnya.
-----------------
Keesokan hariya, Hamid mempersiapkan diri memahami semua materi yang pernah disampaikan ustad Ridwan. Semangatnya kian membara, layaknya panglima tempur yang mengomando pasukannya di medan perang. Ia tidak ingin mengecewakan kedua orang tuanya yang sudah membiayai dirinya hingga detik ini. Orang tuanya rela banting tulang demi pendidikan dirinya, pastinya harapan besar disandarkan pada Hamid. Jika ia gagal, maka harapan besar dari orang tuanya akan pupus begitu saja tanpa ada feedback apapun darinya. Hanya kekecewaan yang akan muncul, dan ia tidak mau hal itu sampai terjadi.
Seperti biasa, ustad Ridwan mengajar santrinya ba’da isya. Kebiasaan Hamid yang membuat dirinya ketiduran yaitu rebahan terlebih dahulu, tidak langsung mengambil kitab dan bergegas berangkat. Mungkin karena dirinya merasa letih setelah seharian melakukan aktivitas dan beberapa kegiatan kampus. Selain menjadi santri, Hamid juga merupakan seorang mahasiswa jurusan Sejarah di salah satu Universitas di Jawa Tengah. Hamid aktif di berbagai organisasi kampus, seperti Himpunan Mahasiswa, Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia dan lainnya.
Setelah selesai sholat berjamaah isya di musholla, Hamid melakukan hal yang tidak biasa. kali ini ia tidak rebahan atau bersantai-santai terlebih dahulu, melainkan langsung menghampiri rak buku dan meraih kitab yang akan dikaji, kemudian ia bergegas menuju aula utama. Ia sadar bahwa waktu tidak boleh terbuang sedikitpun, karena waktu yang sudah terlewati mustahil terulang kembali. Maka dari itu, manfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya.
“Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh,” ucapan salam ustad Ridwan menyapa santri-santrinya.
“Wa’alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh,” jawab santri serentak.
“Baik. Sekarang kita akan sedikit mengulas materi kemarin mengenai mubtada dan khobar. Hamid, apa yang kamu ketahui mengenai mubtada’ dan khobar?”
“Mubtada ialah isim yang dibaca rofa’ yang sepi dari amil lafdhi, sedangkan khobar yaitu isim yang dibaca rofa’ dan disandarkan kepada mubtada. Adapun mubtada’ dibagi menjadi dua, mubtada isim dhohir dan mubtada isim dhomir. Begitu juga khobar dibagi menjadi dua, yaitu khobar mufrod dan khobar ghoiru mufrod” jelas Hamid yakin.
“Shohih,”
Hamid merasa puas, usahanya tidak sia-sia. Kesalahannya seakan-akan tuntas terbayarkan. Hamid merasa sangat bersyukur atas karunia Tuhan yang diberikan kepadanya, sehingga ia mampu merubah kebiasaan buruknya menjadi hal yang lebih berguna dan bermanfaat bagi dirinya. Ketika kita mau bergerak melakukan perubahan ke arah yang lebih baik, niscaya Tuhan akan memberi kemudahan. Kesemptan memang tidak datang dua kali, akan tetapi kesempatan akan selalu ada ketika kita mau mencobanya berkali-kali. Sekarang adalah kenyataan, kemarin adalah pengalaman, dan besok adalah harapan. Maka dari itu, gunakanlah waktu kemarin sebagai pembelajaran untuk saat ini dengan melakukan hal yang lebih baik dan bermanfaat guna menyusun perubahan-perubahan besar dalam hidup kita nantinya.
Post a Comment