manusia dan alam (id.pinterest.com/esparitas) |
Islam
adalah agama sempurna yang artinya mencakup dan membahas apapun yang ada di
muka bumi ini, tidak melulu perihal tata cara beribadah saja, tetapi juga
berprilaku kepada sesama manusia bahkan lingkungan.
Hal
ini seperti yang diajarkan oleh walisongo saat mendakwahkan Islam di pulau
Jawa, salah satunya adalah Sunan Muria. Berbekal ilmu pengetahuannya yang luas,
wali nusantara bernama asli Raden Umar Said ini mendakwahkan Islam tidak hanya
persoalan ibadah saja, tetapi juga tentang ajaran merawat bumi. Beliau
mengajarkan bahwa manusia diciptakan di muka bumi ini sebagai khalifatul fil
ardhi (pemimpin di muka bumi).
Menjadi
pemimpin di muka bumi artinya menjaga keberlangsungan hidup manusia dan juga
bumi sebagai tempat tinggal manusia itu
sendiri agar tetap lestari. Sikap manusia dalam menjaga kelestarian alam adalah
salah satu bentuk pengejawantahan Allah rabbul’alamin (Allah tuhan
semesta alam).
Sebagai
Khalifah di muka bumi Allah telah menyediakan alam dan berbagai sumber daya
alam untuk dimanfaatkan manusia dalam memnuhi kebutuhannya selama menjalani
kehidupan di muka bumi.
Lengkapnya
dalam QS. Al-an’am [6] ayat 141 Allah SWT berfirman:
وَهُوَ الَّذِي أَنْشَأَ جَنَّاتٍ مَعْرُوشَاتٍ وَغَيْرَ مَعْرُوشَاتٍ
وَالنَّخْلَ وَالزَّرْعَ مُخْتَلِفًا أُكُلُهُ وَالزَّيْتُونَ وَالرُّمَّانَ
مُتَشَابِهًا وَغَيْرَ مُتَشَابِهٍ ۚ كُلُوا مِنْ ثَمَرِهِ إِذَا أَثْمَرَ وَآتُوا
حَقَّهُ يَوْمَ حَصَادِهِ ۖ وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ
الْمُسْرِفِينَ
Artinya: Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan
yang tidak berjunjung, pohon kurma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya,
zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya).
Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan
tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir
miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang yang berlebih-lebihan.
Sangat
jelas dalam ayat tersebut dititurkan sebagai
kahlifah, kita tidak lantas berlaku semena-mena dan berlebihan dalam
memanfaatkan alam dengan mengeksploitasi alam yang semestinya kita jaga sebagai
hadiah untuk anak cucu kita malah kita rusak dengan keserakahan kita sendiri.
Tapi
kenyataanya hanya sebagian kecil yang berperan sebagai khalifah di muka bumi
ini. Sementara sebagian besar lainnya memilih mengeruk sumber daya alam secara
besar-besaran untuk kepentingan dirinya sendiri dan tidak mau peduli akibat
yang ditimbulkan dari keuntungan yang diperolehnya setelah merusak alam.
Sunan
muria sendiri dalam komitmennya menjaga dan melestarikan lingkungan, beliau
mengajarkaan konsep teologi yang bersifat holistik-integratif (tidak melihat
manusia dan lingkungan secara terpisah-pisah, melainkan sebagai satu kesatuan)
Hal
ini terbukti dengan banyaknya peninggalan Sunan Muria berupa tempat dan
benda-benda yang dikeramatkan, seperti buah Pari Joto, Kayu Pakis Haji, Air
Gentong, Ngebul Bulusan, Pohon Kayu Adem Ati, hutan Jati Keramat dan berbagai
hutan lainnya. Dari keseluruhan peninggalan keramat beliau adalah benda-benda
yang memiliki kaitannya dengan alam. Dan hingga saat ini peninggalan beliau
masih dianggap keramat dan dijaga oleh masyarakat.
Beliau
juga mengajarkan cara mengusir hama tikus dengan cara yang ramah lingkungan dan
tanpa memusnahkan hama tikus tersebut, yakni dengan pakis haji yang kemudian dibacakan doa. Dengan cara ini sunan muria membiarkan tikus tetap
hidup hanya saja mengusirnya dari area persawahan warga. Karena meurutnya
seburuk-buruknya tikus masih memiliki peran dalam menyeimbangkan rantai
makanan.
Tangis Sunan Bonang Saat Tidak Sengaja Mencabut Ilalang
Selain
itu, wali yang sangat perhatian terhadap lingkungan adalah Sunan Bonang.
Dikisahkan saat beliau bertemu dengan Lokajaya (nama Sunan Bonang saat masih
menjadi perampok) dan direbut tongkat emasnya, Sunan Bonang terjatuh dan tidak
sengaja mencabut rumput yang ada di bawahnya.
Kemudian
Sunan Bonang menangis sambil menggenggam rumput ilalang yang tidak sengaja
dicabutnya itu, saat ditanya oleh
Lokajaya mengapa ia mengangis, Beliau menjawab “Aku bukan menangis
karena kau mengambil tongkat emasku, tapi aku menangis karena aku telah
mencabut rumput ilalang ini dan membunuhnya, padahal ilalang ini juga
mempunyai kesempatan yang sama seperti
kita untuk bertasbih kepada Allah” tuturnya kepada Lokajaya.
Perkataan
Sunan Bonang tersebut sesuai dengan Firman Allah yang termaktub dalam QS.
Al-Jumu’ah [62] ayat 1 yang artinya “Apa yang ada di laingit dan apa yang
ada di bumi senantiasa bertasbih kepada Allah. Maharaja, yang Mahasuci, Yang
Maha perkasa, Maha bijaksana”. Juga
yang terdapat dalam QS. Al-Isra’ [17] ayat 44 “Dan tidak ada sesuatu pun
melainkan bertasbih dengan memuji-Nya”.
Dalam
kedua ayat ini Allah menerangkan bahwa segala sesuatu yang ada di langit dan di
bumi dan segala sesuatu selain-Nya, baik yang bernyawa maupun tidak, benda
keras ataupun cair, pepohonan, dan sebagainya, bertasbih kepada Allah,
menyucikan-Nya dari hal-hal yang tidak wajar, seperti sifat-sifat kekurangan
dan sebagainya. Setiap kita melihat dan memandang kepada apa yang ada di bumi
dan di langit, semuanya itu menunjukkan kepada kita atas keesaan penciptanya
yaitu Allah dan kebesaran kekuasaan-Nya.
Post a Comment