Transformasi Pertanian Lembor

 


Namun, beriring dengan lebih tingginya tuntutan hidup, pekerjaan untuk pembakar batu gamping dianggap tak lagi dapat mencukupi dan lambat laun mulai dihindarkan. Hal yang sama juga terjadi pada pertanian bengkuang. Sulitnya pemasaran dan akbarnya biaya yang dibutuhkan menciptakan budidaya bengkuang juga dihindarkan.


Dan sejak akhir tahun 1980-an. penduduk Lembor lebih memilihkan pilihan untuk merantau ke Malaysia. Kini, Lembor dijadikan salah satu desa penyumbang TKI terbesar di Kecamatan Brondong. Maka hal ini pun merubah tata kelola pangan mandiri yang telah lama diberlakukan masyarakat desa ke pemenuhan hedonisme modernisasi yang selalu menuntut lebih dan merasa kurang, karena yang dikejar adalah dunia yang diibaratkan seperti bayangan diri kita sendiri dan tidak akan bisa didapatkan.


Transformasi sistem pertanian dan tata kelola pangan juga terjadi di komoditi petani padi. Dari cara memamnen hingga pendapatan dari tahun ke tahun. Dulu para petani menggunakan ani-ani untuk memanen padi, yang mana memang relatif lebih lama dibanding panen modern sekarang ini, namun lebih ramah lingkungan juga tanpa bahan bakar, sehingga mengurangi dampak pemanasana global.


Dari ani-ani, petani beralih menggunakan sabit yang cara penggunaannya hampir sama dengan ani-ani. Kemmudian para petani menggunakan gebyokan padi. Seperti namanya, alat ini digunakan untuk men-gebyok –memukul-mukulkan— padi pada alat tersebut hingga biji padi rontok dari tangkainya. Alat itu semkin disempurnakan dengan mesin yang kemudian di namai dengan mesin erek yang digerakkan dengan katrol dan digayuh oleh kaki.


Berbagai perkembangan itu menujukkan berbagai faktor yang kesemuanya menuntut pekerjaan semakin instan dan cepat, demi efisiensi waktu juga tenaga. Salah satu faktornya adalah semakin banyaknya jumlah penduduk Indonesia yanh otomatis tuntutan akan kebutuhan bahan pokok juga meningkat. Pesatnya pertumbuhan penduduk juga menyebabkan berkurangnya lahan pertanian dan dijadikan sebagai perumahan juga industri. Sehingga –oleh pemerintah— petani dituntut untuk lebih produktif dalam mengahsilkan beras sebagai makanan pokok –utama— masyarakat Indonesia. Dan pemerintah terus berlomba-lomba menjadi lumbung padi untuk negara untuk pengakuan dan kesejahteraan –pemerintah— bukan petaninya.


Selain itu masyarakat Lamongan juga menjadi peternak baik kambing maupun sapi. Karena petani dan peternak di Lamongan adalah profesi yang tidak bisa dipisahkan. Petani yang notabene selalu pergi dina ke ladang setiap kali pulang selalu membawa rumput. Dan petani dulu menanam rerumputan –jawa: suket gajah, jireng dll— di samping lahan ladang yang ditanami padi atau jagung. Sehingga kedua peerjaan ini sangat cocok untuk dilakukan masyarakat desa sebagai peternak kecil. Yang biasanya sapinya dijual apabila sudah besar dan dibelikan lagi yang kecil kemudian dibesarkan lagi. Begitu seterusnya.


Faktanya sekarang di Lamongan. (Alm) H Fadeli, Bupati Lamongan periode 2010-2021. Mengatakan bahwa transformasi ini membuat produktivitas pertanian di Lamongan terus meningkat. Bahkan, mendukung ‘target Lamongan menjadi lumbung pangan nasional.’


Dan kini Lamongan menjadi kabupaten penghasil padi terbesar di Jawa Timur, dan masuk 5 besar untuk nasional. Produktivitas jagung kita juga sangat tinggi, mencapai 10 ton/hektare, Kalau padi produktivitasnya 7,5 ton/hektar. Kini Lamongan juga memaksimalkan sektor peternakan dengan meluncurkan 'Tersapujagad', atau Ternak Sapi Untung Produksi Jagung Meningkat.


Dan inilah yang merubah mindset petani yang awalnya hanya sebagai pemenuhan kebutuhan keluarga akan bahan pokok kini fenomena sosial –banyaknya penduduk— mennuntut para petani jug amenjadi pemasok bahan pangan masyarakat Indonesia secara menyeluruh. Yang artinya, tidak boleh ada lahan pertanian yang dibiarkan kosong, semua harus ditanam sehingga tidak ada waktu pemulihan bagi tanah untuk mengembalikan nutrisi alamiahnya dan petai oleh pemerintah digerakkan untuk selalu memakai pupuk berbaha kimia untuk mempercepat pertumbuhan padi. Yang dulunya setahun hanya panen 1 - 2 kali, kini bisa mencapai 3 - 4 kali. Meski faktanya pemerintah masih saja melakukan impor beras besar-besaran di Indonesia yang justru menurunkan harga beras dan memiskinkan petani.

Post a Comment

Previous Post Next Post