Gugur Gunung; Berbeda untuk Bersama

dok. pribadi


Tidak ada perbedaan yang ada hanyalah perbedaan cara pandang kita, dan perbedaan itu tidak perlu disama-samakan yang penting adalah bagaimana kita bisa bersama-sama membangun Indonesia dan menjaga warisan budaya leluhur kita.

Hal ini diutarakan oleh Bikhhu Banthe Nyana Suryanadi Mahatera saat memberikan komentar sekaligus terhadap film Gugur Bunga usai nonton bareng di ruang pertemuan Pratolo Waluyo Soenjoto (L.3) Vihara Mahabodhi Buddhist Centre Semarang, Ahad (21/02).

Film pendek lintas agama yang disutradarai Aditya Rohmanul Hidayat itu, mengisahkan tentang anak-anak muda lintas agama yang bergotong-royong melakukan pemugaran petilasan Vihara 2500 Buddha Jayanti di Bukit Kasap, Semarang.

Lengkapnya, film itu menceritakan, Gusti Ayu Lasem yang semula tidak tertarik sama sekali sejarah Buddha Nusantara. Namun secara tidak terduga ia memperoleh warisan buku kuno kakeknya. Buku itu berjudul 2500 Buddha Jayanti yang mengisahkan legenda Kepala Naga Wilwatika - Majapahit di Bukit Kasap Semarang.

Sesudah mengumpulkan teman-teman mudanya mereka sepakat untuk membangunkan Sang Kepala Naga Wilwatika. Langkah mereka disambut teman-teman muda lintas agama di Kota Semarang.

Dengan semangat wawasan kebangsaan dan demi keutuhan NKRI. Anak-anak muda bergotong royong memugar sederhana petilisan Wihara 2500 Budha Jayanti d Bukit Kasap. Dulu, vihara ini berfungsi sebagai Upsampada Bhikkhu pertama Indonesia bernama Ashin Jinarakkhitha ke tanah air di tahun 1955 atau sejak runtuhnya Wilwatikta.

Lalu, tak berselang lama, Goei Thwan Ling menghibahkan tanah yang berada di bukit Wungkal Kasap untuk pengembangan agama Buddha kala itu.

Dan dibangunlah Vihara 2500 Buddha Jayanti oleh warga sekitar yang saat itu banyak yang menerapkan agama Buddha. Adapun nama Vihara 2500 Buddha Jayanti, bersamaan dengan peringatan 2500 tahun berdirinya Buddha.

Namun kini bangunan yang dibangun pada tahun 1957 tersebut saat ini hanya tinggal beberapa bagian. Meski demikian, Vihara 2500 Buddha Jayanti memiliki sejarah panjang agama Buddha di Semarang.

Menurut Taslim Sahlan saat memberikan fasilitas, isi dari film ini sangat sesuai dengan peraturan bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri nomor 9 dan nomor 8 tahun 2006, tentang pelaksanaan tugas kepala daerah / wakil kepala daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama dan pendirian rumah ibadat.

"Poin-poin tentang kerjasama dan toleransi umat beragama seperti yang tertuang dalam PBM nomor 9 dan nomor 8 tahun 2006, semua sudah tersampaikan dalam film ini," sambut Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Jawa Tengah, KH Taslim Sahlan.

Selain dihadiri oleh para bikhu dan ketua FKUB Jawa Tengah, pemutaran film secara offline juga dihadiri oleh ketua Persaudaraan Lintas Agama (Pelita) serta para mahasiswa dari Studi Agama Agama Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo dan Mahasiswa Universitas Negeri Semarang (Unnes).

Selain acara nonton bareng kegiatan ini dimanfaatkan untuk para mahasiswa sebagai forum diskusi dan silaturahmi untuk menambah relasi, ilmu dan jaringan.

Post a Comment

Previous Post Next Post